Inbreding Pada Sapi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Keberhasilah usaha peternkan sangat ditentukan oleh tiga factor yaitu :
1) breeding(pemuliaan biakan, bibit),
2) feeding (pakan),
3) management (tata laksana).
Dalam rangka mendukung Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau 2014 diperlukan peningkatan populasi sapi potong secara nasional dengan cara meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan calon induk sapi dalam jumlah besar. Untuk mendukung peningkatan populasi tersebut terutama pada usaha peternakan rakyat diperlukan suatu teknologi tepat guna sesuai kondisi agroekosistem dan kebutuhan pengguna yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Namun dalam usaha ternak sapi potong rakyat masih sering muncul beberapa permasalahan,
diantaranya masih terjadi kawin berulang (S/C > 2) dan rendahnya angka kebuntingan (CR < 60 %) sehingga menyebabkan panjangnya jarak beranak pada induk (calving interval > 18 bulan) (Affandhy et al., 2006). Fenomena tersebut berdampak terhadap rendahnya perkembangan populasi sapi per tahun dan berakibat terjadi penurunan income petani.
Salah satu faktor penyebab rendahnya perkembangan populasi sapi adalah teknik manajemen reproduksi yang kurang tepat, yakni: (1) manajemen perkawinan yang kurang tepat, (2) pengamatan birahi dan waktu kawin tidak tepat, (3) rendahnya kualitas atau kurang tepatnya pemanfaatan pejantan pada sistem kawin alam, (4) keterampiln mengawinkan ternak rendah, (5) rendahnya pengetahuan peternak tentang kawin suntik/IB serta (6) pemanfaatan hormon rerpoduksi yang kurang optimal. Pada pola perkawinan yang menggunakan pejantan alam, petani mengalami kesulitan memperoleh pejantan yang berkualitas, sehingga pedet yang dihasilkan mutunya rendah, bahkan berindikasi adanya perkawinan sedarah (inbreeding) terutama pada sistem penggembalaan yang banyak dilakukan oleh peternak di wilayah Indonesia bagian Timur Penurunan efisiensi reproduksi dipengaruhi juga oleh faktor manajemen perkawinan yang tidak sesuai dengan kondisi dan lingkungan sekitarnya. Hal ini diindikasikan oleh terjadinya kawin berulang (repeat breeding) pada induk sapi potong di tingkat peternakan rakyat sehingga menyebabkan rendahnya tingkat kebuntingan dan panjangnya jarak beranak. Diperlukan suatu cara atau teknik reproduksi yang tepat berdasar pada potensi atau kehidupan sosial masyarakat pedesaan, yakni teknik pengaturan perkawinan dengan kawin suntik/pejantan alami, pengamatan birahi setelah beranak, pemberian pakan yang cukup, pemanfaatan hormon reproduksi, manajemen penyapihan pedet yang tepat dan berkesinambungan.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penilisan  makalah ini yaitu :
-  Agar kita mengetahui keungulan dan kekurangan dari perkawinan inbreeding pada ternak.
- Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh inbreeding terhadap keturunannya.
















BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pemuliaan ternak
Pemuliaan ternak adalah usaha jangka panjang dengan suatu tantangan utama yaitu memperkirakan ternak macam apa yang menjadi permintaan di masa mendatang serta merencanakan untuk menghasilkan ternak-ternak yang diharapkan tersebut (Warwick et al. 1990). Peran pemuliaan dalam kegiatan produksi ternak sangat penting diantaranya untuk menghasilkan ternak-ternak yang efisien dan adaptif terhadap lingkungan. Produksi ternak yang efisien bergantung pada keberhasilan memadu sistem managemen, makanan, kontrol penyakit dan perbaikan genetik.
Phillipsson (2003) mengemukakan bahwa komponen yang harus diperhatikan dalam program pemuliaan untuk negara berkembang antara lain adalah peran ternak, tujuan pemuliaan, recording serta membangun infrastruktur. Ternak domba mempunyai peran penting bagi petani antara lain sebagai salah satu sumber penghasilan, sebagai tabungan, sumber pupuk, dan prestise. Pola pemeliharaan bersifat semi intensif dan merupakan usaha komplementer dari usaha pokok pertanian.
 Perbaikan mutu genetik akan efektif bila telah diketahui parameter genetic sifat-sifat produksi yang mempunyai nilai ekonomis disertai dengan tujuan pemuliaan (breeding objective) dan pola pemuliaan (breeding scheme) yang jelas. Salah satu cara untuk perbaikan genetik pada ternak dapat dilakukan melalui seleksi dalam kelompok ternak lokal dengan tujuan untuk meningkatkan frekuensi gen yang diinginkan. Kegiatan seleksi akan efektif bila jumlah ternak yang diseleksi banyak, namun catatan performans individu dari jumlah yang banyak akan sangat mahal.






2.2. Inbreeding
Inbreeding adalah sistem perkawinan sedarah. Hal ini termasuk pejantan dengan anak betina, anak ke induk, dan saudara saudara. Konsekuensi genetik utama perkawinan sedarah adalah untuk meningkatkan frekuensi pasangan gen serupa. Sistem inbreeding disarankan hanya untuk menstabilkan sifat – sifat unggul dalam suatu bangsa.
Jika kedua tetua berkerabat, anak-anaknya dikatakan inbreed. Makin dekat hubunga kekerabatan antara kedua tetuanya maka akan semakin inbreed anak-anaknya. Inbreeding pada dasarnya meningkatkan homozigisitas dan pada saat yang bersamaan menurunkan derajat heterozigositas. Oleh karena ada silang dalam maka persentase gen-gen homozigot meningkat dan persentase heterozigot menurun.
Laju peningkatan homozigositas akibat silang dalam pada suatu individu tergantung dari seberapa dekat hubungan kekerabatan kedua tetuanya.
sapi Bali pada umumnya yang telah mengalami penurunan kualitas akibat perkawinan sedarah (inbreeding) antara sapi Bali dan sapi Bali yang berlangsung puluhan tahun.
Penurunan kualitas inilah yang menjadi masalah kurang produktifnya sapi Bali untuk memenuhi kebutuhan daging di Indonesia. Secara genetika, sapi Bali memang merupakan keturunan dari banteng Jawa. Dalam perkembangannya ukuran dan bobot sapi Bali terus menurun, karena inbreeding. Sapi hasil perkawinan ini akan mampu menghasilkan berat 450 kilogram per ekor atau lebih tinggi dari berat sapi Bali yang hanya 300 kilogram per ekor,"


Telah diketahui bahwa produktivitas sapi Bali persilangan (biasanya dengan bangsa sapi import) lebih baik daripada sapi Bali murni, khususnya di daerah yang kondisi alamnya cukup baik. Akan tetapi untuk daerah dengan kondisi alam dan keterbatasan pakan berkualitas, sapi Bali jauh lebih unggul khususnya di aspek reproduksi. Tidaklah mengherankan apabila sapi Bali merupakan sapi yang paling digemari peternak di kebanyakan daerah di Kalsel. Keunggulan sapi Bali dibanding yang lain bila dipelihara di daerah yang berkondisi buruk (lihat review Talib, 2002) tidak diragukan lagi dan oleh karena itu kemurnian sapi Bali perlu dijaga dan dilestarikan.
Perlu ditekankan di sini bahwa sapi Bali jantan yang digunakan untuk perkawinan tersebut bukan hanya satu ekor saja tetapi lebih dari satu karena untuk menghindari peningkatan derajat inbreeding. Apabila setiap anak sapi yang dilahirkan selanjutnya dikawinkan dengan sapi Bali jantan murni, maka populasi sapi Bali tersebut akan dapat mencapai kemurnian 100%.
Dengan manajemen dan perencanaan yang benar dapat menghindari ternak sapi mengalami kawin sekeluarga (inbreeding), untuk ternak komersial sangat dianjurkan perkawinan diluar keluarga (outbreeding) sistem perkawinan pada ternak sapi yang disertai seleksi ketat dengan perlu rencana terprogram dapat menghasilkan sumber ternak bibit terekomendasi dan mampu berproduksi tinggi.

Keuntungan dan kerugian silang dalam (inbreeding) adalah :
A. Keuntungan silang dalam :
1. membuat individu mirip.
Inbreeding dapat menyebabkan ternak-ternak mirip satu sama lain, karena inbreeding dapat menurunkan tingkat heterozygotsitas didalam populasi.
2. Melestarikan sifat-sifat yang diinginkan.
Apabila kita menyukai suatu sifat pada sekelompok ternak, sifat-sifat tersebut dapat dipertahankan dengan inbreeding.
3. Seleksi pada gen-gen yang tidak diinginkan.
Inbreeding membuat individu-individu homozygot. Apabila terdapat letal gena dalam keadaan homozygot, maka akan tampak. Dengan demikian kita bisa melakukan seleksi terhadap ternak-ternak pembawa sifat tidak baik.

B. Kerugian inbreeding :
 Secara umum, hasil perkawinan inbreeding akan menurunkan produktifitas kinerja: kekuatan, ketahanan penyakit, efisiensi reproduksi, dan bertahan hidup. Hal ini juga akan meningkatkan frekuensi kelainan. Inbreeding juga mempunyai dampak yang tidak diinginkan terhadap sifat-sifat seperti : Pertumbuhan, reproduksi, produksi susu pada sapi perah. Pada saat tertentu, para peternak perlu mempertahankan suatu tetua yang unggul. Cara yang biasa digunakan adalah dengan biak sisi ( line breeding ).

Gambar : sapi bali hasil inbreeding kiri. Lebih kecil dari sebelumnya.

Contoh : Apabila kita ingin mempunyai seekor pejantan unggul, kita ingin
anaknya mirip pejantan tersebut, maka dilakukan biak sisi sebagai berikut :


Pejantan A dikawinkan dengan seekor betina, kemudiaan anaknya yang betina dikawinkan lagi dengan pejantan A. Cucunya (F2) dikawinkan lagi dengan pejantan A, dan seterusnya. Pada generasi ke 3 (F3) kita memperoleh anaknya 87,5% mirip pejantan A.


























BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Inbreeding adalah sistem perkawinan sedarah. hasil perkawinan inbreeding akan menurunkan produktifitas kinerja: kekuatan, ketahanan penyakit, efisiensi reproduksi, dan bertahan hidup. Hal ini juga akan meningkatkan frekuensi kelainan. Keuntungan silang dalam : membuat individu mirip, Melestarikan sifat-sifat yang diinginkan, Seleksi pada gen-gen yang tidak diinginkan.

3.2. Saran
Sebaiknya dalam mengawinkan ternak, di hindari perkawinan Inbreeding untuk mnegah terjadinya kerugian dan kelainan pada ternak.


















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1998. Kajian Pola Pengembangan Peternakan Rakyat Berwawasan Agribisnis. Bogor: Direktorat Jenderal Peternakan dan Lembaga Penelitian IPB.
Darmadja, S.D.N.D. 1980. Setengah Abad Peternakan Sapi Tradisional dalam Ekosistem Pertanian di Bali. [Disertasi]. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Pane, I. 1986. Pemuliaabiakan Ternak Sapi. Gramedia Jakarta.
Weiner, G. 1994. Animal Breeding. McMillan, London


Comments